“Dan bukankah alas kaki memang sering dipandang sebagai perwakilan terjujur status sosial seseorang?”
Kalimat itu tak bisa hilang dari pikiran saya sesaat setelah saya membacanya di “Kicau-Kacau”-nya Indra Herlambang.
Saya (dan mungkin Anda) termasuk orang yang sangat memperhatikan kenyamanan dan kecantikan alas kaki. Saya sangat setuju dengan kalimat di atas, karena Sometimes I do judge people from their shoes!!
Sedari kecil saya dibesarkan di keluarga yang sangat menjunjung kerapihan, terutama soal sepatu. Papa paling anti kalau anaknya pergi pake sandal. He doesn’t care about the price of those sandals. Intinya kalau anaknya pergi pakai sandal, pasti sepanjang perjalanan anak itu bakal kena omel. Ya memang semengerikan itu. In fact, papa nggak punya sandal selain sendal jepit yang selalu disimpannya di mobil dan baru akan dipakai saat ia akan solat. Entah ada berapa dus sepatu yang selalu siap di bagasi mobilnya, ia merasa tidak pede jika kakinya tidak diselimuti sepatu.
Kebiasaan itu lekat sekali di diri saya dan adik-adik. Percayalah papa baru mulai cuek soal sandal yang saya dan adik saya pakai sejak kami menginjak bangku kuliah. Sandal yang kami pakai modelnya juga tidak sesimpel sandal swallow, mungkin dia merasa sudah bukan saatnya ia melarang anak-anaknya berekspresi.
Saat ditanya kenapa ia selalu membiasakan kami menggunakan sepatu, jawabannya sesimpel, “nggak sopan pergi pakai sandal, lagipula keliatan nggak rapi”. Itu kata papa. Beda lagi kata mama, “anak mama dari kecil sudah dibiasain pakai sepatu biar kakinya nggak jeber”.
Dulu pacar saya (sebelum-jadi-pacar) pakai sepatu super belel kayak udah 1000 tahun nggak pernah dicuci. Begitu dia resmi pacaran sama saya, no more sepatu belel. Unshamed to told ya, dulu saya pernah melakukan kesalahan besar, pengen jadi sosok yang beda, saya pakai sepatu beda kanan dan kiri. Sepatunya butut pula. Ih kalau diinget-inget biar apa coba dulu gue kayak gitu? Ya anggaplah itu usaha saya cari perhatian. Hahahaha...
Sekarang Alhamdulillah udah sadar
“Wah kakinya halus ya, pasti kamu sepatunya empuk-empuk semua ya? Telapak kakinya nggak pecah-pecah nih”, ujar mba-mba salon yang mem-pedicure kaki saya.
Sampai di rumah saya mikir, apa iya-iya sepatu gue empuk semua?
Ternyata gue udah balik ke jaman kecil dulu. Waktu kecil nggak pernah mau pake sepatu kalau nggak merek. Pas SMP-SMA agak-agak bodo amat yang penting kece. Kuliah tingkat akhir baru peduli lagi sama yang namanya kenyamanan dan kekecean sepatu.
Unlucky me, kulit gue sangat sensitif dalam segala hal baru termasuk sepatu. Sepatu merek apapun yang dipakai pertama kali di kaki gue pasti lecet. Nggak cuma itu, kalau sepatu itu nggak punya penyerapan yang baik, pasti kaki gue gatel. Ini sama sekali nggak keren
Berhubung kemampuan ekonomi belum mumpuni untuk beli sepatu yang super nyaman dan super kece, saya menyiasatinya dengan “selalu-sedia-handsaplast-di-dompet-kalo-kalo-kaki-gue-lecet”. Ada beberapa sepatu kesayangan yang harganya sampai di tujuh digit membuktikan bahwa yang dijual bukan cuma mereka dan harga, tapi kenyamanan. Sepatu itu tingginya 12cm, dan mampu menopang badan saya tanpa pegel!! And magicly, it doesn’t hurt!! Dari situ deh, langsung percaya sama anggapan, “harga nggak pernah bohong”!!
Yayaya, saya adalah penunggu sale sejati. Buat saya, mending beli sepatu merek sekalian tapi pas sale daripada harus beli yang ecek-ecek tapi lecet dan cepet rusak.
Anyway, have you tried Havainas or Birkenstock or Crocs as your sandals?
Tiga merek di atas sangat direkomendasikan untuk kalian yang pengen pakai sandal tapi serasa kayak nggak pakai sendal saking empuknya. Hahahaha. Untuk crocs, modelnya emang agak jayus-mirip-sepatu-sendal-badut, tapi kualitasnya okelaaaaah (y)
Eh eh, tapi sepatu yang saya punya itu tujuh digit diawali dengan angka satu lho. Itu pun belinya harus nunggu sale. Hahahahaha.
Beberapa teman saya termasuk orang yang sangat memperhatikan kenyaman dan kekecean tanpa memperhatikan “kedompetan”. Sepatu sekelas Loubutin dan Tod’s adalah perlengkapan wajib mereka setiap harinya. Sometimes I wonder, “Kalau kaki gue pake tuh Loubutin 9juta, lecet nggak ya? Pegel nggak ya?” or “Kalau gue pake tuh Tod’s 14juta, rasanya tetap kayak pakai sepatu atau kayak pake bantalan di kaki ya saking empuknya?
Nah kalau mereka-merek barusan, kayaknya walaupun sale-further-reduction juga belum kebeli. I'm still pursuit those shoes. For now, mending tetep selalu siapin handyplast di dompet deh. Hehehe
Please share yours...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar