Kayaknya keren tuh kalau kamu dapat sebutan workaholic. Jadi orang yang punya segudang kegiatan itu kayaknya seru. SERU?? --> SURE??
Banyak mitos bilang, “jadi perempuan itu harus milih, mau karier bagus atau rumah tangga bahagia?”
Namanya juga mitos, belum tentu benar-belum tentu salah. Kalau saya dihadapkan pada pilihan itu, rasanya saya pengen main petak umpet sama si “pilihan karier” atau si “bahagia rumah tangga”
Salah satu orang yang paling menginspirasi dalam hidup saya, she’s dangerously smart, beauty in inner and outter, and such a good leader. Awalnya saya lihat hidupnya begitu sempurna, suami tampan, anak-anak pintar dan lucu, karier cemerlang. Tapi, belakangan dia sering pingsan di kantor, alasannya dia sakit dan kurang istirahat. God speed, ternyata sesaat sebelum dia pingsan, dia baru saja menerima telfon dari pengacaranya. Ya, she got divorced!! Di mata saya, dia hebat, dia sangat mandiri karena tidak pernah bergantung pada penghasilan suaminya, dia pemimpin yang sangat menginspirasi karyawannya, tapi dia hilang arah dalam hubungan rumah tangganya. Karena apa? Simpulkan sendiri!!
Sahabat saya, sangat bahagia akan pernikahannya. Istri yang manut sama suami, tiap hari masak, beresin rumah, beresin “urusan ranjang” sampai dia stress sendiri sama rutinitasnya. Akhirnya ia minta ijin sama suami untuk bekerja. Diijinkan asal bla bla bla bla bla.. Hasilnya, dia harus puas dengan penghasilannya yang standar dan jenjang karier yang statis plus pekerjaan yang sangat membosankan. So far, pernikahan mereka baik-baik saja. Si suami juga nampak bahagia tuh punya istri seperti si sahabat itu..
Mama sahabat saya, dokter gigi hebat dan cukup terpandang di kotanya, punya suami sesama dokter gigi dengan jam terbang yang jauh di bawah sang istri. Belakangan, sahabat saya sering mengeluh, orang tuanya bertengkar. Alasannya? U-A-N-G!! Uang si mama lebih banyak, karena si mama lebih workaholic daripada si papa. Tahu kan ya, kalau laki-laki itu nggak mau kalah. Naaah, si papa di sini juga nggak mau kalah, dia pengen terlihat banyak uang, caranya? Beli rumah baru, mobil baru, sampai uangnya habis. Dan kelanjutan hidup keluarga itu bergantung dari uang mama. Sahabat saya mengeluh dan beberapa kali menangis, takut mama papanya cerai. Sempat terbesit di otak sahabat saya, ingin memberi tahu mamanya, tapi apa daya, mereka pun bergantung hidup dari keringat si mama.
Sempat terpikir oleh saya, wanita yang mandiri itu cenderung egois. Setuju?
Sedikit bisa diamini,sometimes it happens to me. Saya tidak suka diatur dan saya tidak suka bergantung. So sorry but IMO, terkesan lemah banget deh cewek yang dikit-dikit minta jemput, dikit-dikit minta anter. Saya paham, saya nggak mungkin hidup sendiri di dunia ini, tapi saya sedikit lebih nyaman saat semua bisa saya lakukan sendiri. Belum lagi nanti kalau orang yang kita “gantungi” itu tidak satu pemikiran sama kita, gosh, bikin urusan tambah ribet doang. Hidup kita udah ribet, ditambah ribet lagi sama orang-orang yang cuma bikin ribet doang, makin ribet kan? Dan saya yakin kalian juga ribet memahami kata-kata saya di atas.
Unshamed to told ya, I’m a bit selfish. 100 persen saya sadar, bagian selfish ini harus cepet-cepet dieliminasi. Nggak bagus banget lama-lama ada di kepribadian gue. Tapi akankah saat gue nggak lagi selfish, gue juga jadi nggak lagi mandiri? Dan kebanyakan mereka yang workaholic adalah mereka yang mandiri, berarti hubungan antara workaholic dengan egois deket ya?
Kesimpulan tolol dari tulisan ini adalah: saat kamu menyerah untuk berbahagia dalam berumah tangga, berarti kamu punya ego yang terlalu tinggi untuk mengurangi sendikit kegilaan kamu akan pekerjaan.
Sedikit cerita soal wanita workaholic, boleh ditimbang-timbang, kiranya kamu mau pilih yang mana? So far, saya masih bisa katakan, Workaholic itu seru. Mungkin ada yang bisa kasih pengalaman baru soal perempuan gila kerja? Feel free for adding some comments J
For them, that's a choice. For us, that's a chance. Kita seharusnya bersyukur bisa menjadi orang berkesempatan melihat semuanya dulu sebelum benar-benar memilih. Bersyukur karena kita masih terbuka pikirannya untuk mempertimbangkan semuanya.
BalasHapusSekedar cerita, mamaku dulunya workaholic. Pergi dari rumah jam 5 pagi. Sampe rumah jam 8 malem. Waktu itu papaku belum jadi dokter gigi kyk sekarang. Bahkan papaku lulus setelah mama udah kerja cukup lama. Karir mama bagus banget, personally she's a role model of independent smart woman. Unfortunately, meet my dad. Anak terakhir, yg manja banget, apa-apa biasa tersedia. Penghasilan mama jauh lebih besar, ini yang bikin papaku males untuk memulai karirnya. But you know what happen next? Di saat karirnya mencapai puncak, mama berhenti bekerja setelah 19 tahun menjadi credit analyst di sebuah bank, saat nama sekelas Bob Sadino dengan Kemchick-nya jadi kliennya. Saat dia baru menyelesaikan S2nya. Saat terbuka banyak kesempatan buat menjadi jauh lebih sukses. Dia memutuskan buat berhenti. Waktu dulu aku tanya alesannya: 'Karena mama capek.'
Baru-baru ini, mama cerita kalau alesan dia berhenti kerja ternyata supaya papaku merasa punya tanggung jawab lebih besar untuk bekerja dan berpenghasilan. Dan itu salah satu cara menghormati suaminya dan menjaga keluarga tetep berjalan dinamis. Kerjaan mama cuma anter jemput aku dan adik2 sekolah, les, dan sibuk di kegiatan sosial.
Sempat terbersit untuk bekerja menjadi konsultan setelah 13 tahun berhenti kerja. Tapi lagi-lagi dia memilih keluarga. Dan dia nggak pernah menyesalkan itu.
Menurutku, mungkin mama nggak pernah berfikir untuk mengakhiri kariernya menjadi ibu rumah tangga. Tapi keinginan itulah yang datang dengan sendirinya. Nggak perlu takut untuk berkarier. Karena mungkin saja dengan karir yang cemerlang kita mendapatkan jodoh yang jauh lebih sukses dari kita. Dan nggak perlu takut menjadi ibu rumah tangga nurut suami. Terkadang orang tetap bisa melihat kemandirian dan kepintarannya kok. Bisa terlihat dari didikannya pada anak-anaknya juga mungkin.
Secara pribadi, mama cerita itu karena mungkin tau kemana arahku nantinya. Meskipun itu nggak bikin aku berubah dari workaholic, paling nggak aku tau pilihan dan konsekuensinya kalau kelak aku memilih. Sekarang aja, aku masih milih putus bwt alesan2 pribadi, masa depan dan urusan pribadi.
Tapi percaya aja, semua udah ada jalannya :)